BELAJAR ONLINE VERSI ANAK PULAU

Mei 25, 2020


Sudah 60 hari, 2 bulan lebih bahkan. Semenjak dirumahkannya siswa dan guru karena pandemi. Belajar yang umumnya kami ketahui di kelas, di sekolah. Bertatap muka secara langsung dengan para siswa dengan segala kerumitan dan celoteh riangnya. Yang meski membuat dahi berkerut tapi tak jarang membuat bibir melengkung merekah gengan segala polah tingkah khas anak remaja. Kini berubah menjadi di rumah, tak ada bersua di dunia nyata, cukup di dunia maya, lewat media, aplikasi saja.

Saya membuat tulisan ini karena tugas yang saya kerjakan untuk kegiatan pelatihan yang saya ikuti yaitu PembaTIK level 2 dari kemdikbud. Di pelatihan ini, saya diwajibkan untuk membuat vlog tentang kegiatan Belajar Daring dari Rumah selama masa pandemi ini.

Mengetahui tema tugas ini, jujur membuat saya berpikir keras. Bukan tentang memikirkan konten dari vlog nanti, meski jujur pusing juga memikirkannya. Tapi yang menjadi pokok utama pemikiran saya adalah, apakah selama ini saya "mengajar" dari rumah itu bisa dikategorikan daring? Online?

Okay,, mari saya tunjukkan dimana lokasi saya. Di sebuah pulau kecil bernama Senayang di gugus kepulauan Riau, di Kabupaten Lingga tepatnya. Jangan salah fokus dengan pulau besar di sebelahnya, karena pulau Senayang, tempat tugas adalah pulau Kecil itu.

PULAU SENAYANG-KAB. LINGGA-KEPRI

Ketika Mas Menteri Pendidikan terkejut, ada daerah dan sekolah yang tidak memiliki sinyal internet bahkan jaringan listrik. Selamat, pulau ini masih jauh lebih beruntung. Jaringan internet masih dapat di akses, meskipun tak merata dan tak kencang,, cukuplah seadanya saja. Listrik? Bersyukur mulai tahun ini, kami sudah merdeka, sudah 24 jam.

Kembali ke proses belajar di rumah. Saya membaca berita dan beberapa keluhan orang tua tentang kinerja guru dan segala macam tentang pengasan dan kegiatan pembelajaran. Bahwa setiap pagi seperti biasa, kelas di buka sesuai dengan jadwal biasa akan tetapi melalui zoom, google Clasroom, Kelas Maya atau LMS lainnya. Kegiatan pembelajaran online yang ideal, ditambah ada dukungan dan bantuan dari para orangtua.

Itu adalah idealnya. Sedangkan belajar di rumah versi anak pulau, dimana jaringan akan kesulitan untuk zoom ataupun video confferece di kelas maya/digital ata di LMS manapun. Kami cukup menggunakan Android dan aplikasi sejuta umat yaitu Whatsapp. Oh ya,, kami tetep pakai edmodo sebagai sarana pengawasan antara guru, kepsek, siswa dan orangtua.

Cerita nya adalah presensi lewat whatsapp, informasi platform edmodo dan materi, bahkan penjabaran materi dan upload penugasan dan kumpul materi pun lewat WA Grup alternatif lain dari edmodo. Itupun tolong jangan berekspektasi tinggi dengan 100% kehadiran siswa.

Ya WA grup memang lebih ringan dan tak seberat aplikasi LMS lainnya, makanya kami menggunakan itu. Tapi nyatanya, tak semua siswa berada di Pulau utama kami, banyak siswa yang tinggal di pulau seberang yang jangankan jaringan internet, jaringan telepon pun susahnya minta ampun. Jadi saya ulangi sekali lagi "Jangan berekspektasi kehadiran siswa 100%", 50% saja hadir itu sebuah pencapaian yang patut diacungi jempol.

Dari Alasan kuota/ kehabisan paket data, dan yang membat tak mampu berkata-kata adalah mereka tak memiliki HP Android. Tracking siapa-siapa yang tak aktif pun dilakukan oleh guru dan proses memberitahu orangtua dengan menyurati tentang semua kendala pun ditempuh. Sebagian Besar alasan utama adalah Kuota/ paket data yang terbatas dan Mahal untuk mereka. Jangan samakan dengan kondisi ekonomi kita ya, dan for your information. Hanya ada satu provider internet  yang bisa kami pakai, dan sisanya tak berguna di sini. Kemurahan 3, Axis atau XL tak berguna. Hanya Telkomsel yang tersedia, it saja.

Bahkan hingga cerita, siswa meminjam hape sana -sini, ayah, ibu, kakak, abang, teman, om, tante, bahkan tetangga pun mereka tempuh. Bahkan orangtua yang ternyata rela menyisihkan sebagian uang yang harusnya digunakan untuk memenuhi kebutuhan untuk membeli HP Android anaknya. Saya pribadi merasa, begitu kejamnya kami, dan tak tega. Tapi ya mereka membuat pilihan seperti itu.

Terakhirnya, agar kata belajar online tetap berjalan, meski tertatih untuk mengatasi semua keterbatasan itu bahkan Messenger FB pun digunakan. Karena bagi siswa, trasnfer dan kirim foto di Messenger gratis, tak perlu kuota. Okay.. Sampai saat ini aman. Tapi, wacana untuk ujian atau PAS online membuat tak sedikitnya siswa dan guru kembali bertanya-tanya dan berfikir ekstra mencari jalan keluar. Bagaimana nantinya, kami semua belum memutuskan, meski surat edaran sudah di tangan dengan bnyi ujian online.

Ya.. Saya yakin, kami MASIH JAUH-JAUH lebih beruntung daripada yang lain. Pasti banyak wilayah dan sekolah yang lebih tidak beruntung dari kami.

Yang ingin saya sampaikan adalah, kebijakan untuk belajar online dengan ideal tak sepenuhnya mampu kami penuhi. Mungkin terdengan sebagai pembenaran dan pembelaan diri saja.. Tapi itu nyata adanya di lapangan. Jika Kami sudah mencoba untuk on the track tapi nyatanya kami terseok-seok dan dinilai tak mampu dan tak layak bagaimana?

Maklumi dan pahami, mereka yang berada jauh dari kemajuan,, mereka tetap ingin mengikuti kebijakan dan kemajuan dalam merdeka belajar meski terseok-seok.. Mereka melangkah.. Tapi tolong tunggu dan mengertilah kondisi mereka.. Bantu mereka untuk bangkit dan mengejar ketertinggalannya.. Beri mereka waktu dan kesempatan.

SALAM Dari Kami anak pulau, mewakili semua anak pulau dan wilayah tertinggal lain di Indonesia.
Karena Nyatanya Kami Jauh lebih Beruntung dari Mereka. Bagaimana pembelajaran daring di tempatmu?


You Might Also Like

1 komentar